Jahe
(Zingiber officinale) berasal dari Asia Pasifik, merupakan tanaman
rumpun berbatang semu yang dimanfaatkan sebagai bahan bumbu masak,
minuman, dan obat-obatan tradisional. Tanaman jahe termasuk dalam suku
temu-temuan (Zingiberaceae) dan sefamili dengan tanaman kunyit, kencur,
temu lawak, dan lengkuas. Tanaman Jahe merupakan salah satu tanaman
rempah-rempah yang diperdagangkan di dunia dan mempunyai prospek
pemasaran yang cukup baik untuk dikembangkan. Saat ini jahe telah
menjadi salah satukomoditas ekspor dengan harga dan permintaan yang
cukup tinggi. Jahe diekspor dalam bentuk jahe segar, jahe kering, jahe
segar olahan dam minyak atsiri. Negara-negara tujuan ekspor jahe adalah
Amerikan Serikat, Belanda, Uni Emirat Arab, Pakistan, Jepang, dan
Hongkong.
A. Jenis-jenis Tanaman Jahe
Berdasarkan ukuran, bentuk dan warna rimpangnya, jahe terbagi menjadi 3 varietas, yaitu:
Jahe
merah (Zingiber officinale var. rubrum); rimpangnya berwarna merah dan
lebih kecil dari pada jahe putih kecil, dengan diameter 42 s/d 43 mm,
tinggi 52 s/d 104 mm, dan panjang 123 s/d 126 mm. Sama seperti jahe
kecil, jahe merah selalu dipanen setelah tua, dan juga memiliki
kandungan minyak atsiri 2,58 s/d 3,9%, sehingga cocok untuk ramuan
obat-obatan.
Jahe putih/kuning
besar (Zingiber officinale var. officinarum) atau disebut juga jahe
gajah atau jahe badak; rimpangnya lebih besar dan gemuk dengan diameter
48 s/d 85 mm, tinggi 62 s/d 113 mm, dan panjang 158 s/d 327 mm. Ruas
rimpangnya lebih menggembung dari kedua varietas lainnya. Jenis jahe ini
biasa dikonsumsi baik saat berumur muda maupun berumur tua, baik
sebagai jahe segar maupun jahe olahan. Minyak astiri di dalam rimpang
0,82 - 2,8%.
Jahe
putih/kuning kecil (Zingiber officinale var. amarum) atau disebut juga
jahe sunti atau jahe emprit; ruasnya kecil, diameter 32,7 s/d 40 mm,
tinggi 63,8 s/d 111 mm, panjang 61 s/d 317 mm, agak rata sampai agak
sedikit menggembung. Jahe ini selalu dipanen setelah berumur tua.
Kandungan minyak atsirinya lebih besar dari pada jahe gajah (1,50 s/d
3,5 %), sehingga rasanya lebih pedas, disamping seratnya tinggi. Jahe
ini cocok untuk ramuan obat-obatan, atau untuk diekstrak oleoresin dan
minyak atsirinya.
B. Syarat Tumbuh Tanaman Jahe
B.1. Iklim
Tanaman jahe membutuhkan curah hujan relatif tinggi, yaitu antara 2.500-4.000 mm/tahun.
Pada
umur 2,5 sampai 7 bulan atau lebih tanaman jahe memerlukan sinar
matahari. Dengan kata lain penanaman jahe dilakukan di tempat yang
terbuka sehingga mendapat sinar matahari sepanjang hari dengan
intensitas cahaya matahari 70 - 100% atau agak ternaungi sampai terbuka.
Suhu udara optimum untuk budidaya tanaman jahe antara 20-35 oC.
B.2. Ketinggian Tempat
Jahe tumbuh baik di daerah tropis dan subtropis dengan ketinggian 0-2.000 m dpl.
Di Indonesia pada umumnya ditanam pada ketinggian 200 - 900 m dpl.
B.3. Media Tanam
Tanaman jahe paling cocok ditanam pada tanah yang subur, gembur dan banyak mengandung humus.
Tekstur tanah yang baik adalah lempung berpasir, liat berpasir dan tanah laterik.
Pada
lahan dengan kemiringan > 3% dianjurkan untuk dilakukan pembuatan
teras, teras bangku sangat dianjurkan bila kemiringan lereng cukup
curam. Hal ini untuk menghindari terjadinya pencucian lahan yang
mengakibatkan tanah menjadi tidak subur, dan benih jahe hanyut terbawa
arus.
Tanaman jahe dapat tumbuh
pada keasaman tanah (pH) sekitar 4,3-7,4. Tetapi keasaman tanah (pH)
optimum untuk jahe gajah adalah 6,8-7,0.
C. Budidaya Tanaman Jahe
C.1. Pembibitan
C.1.1. Persyaratan Bibit Jahe
Bibit
berkualitas adalah bibit yang memenuhi syarat mutu genetik, mutu
fisiologik (persentase tumbuh yang tinggi), dan mutu fisik. Yang
dimaksud dengan mutu fisik adalah bibit yang bebas hama dan penyakit.
Oleh karena itu kriteria yang harus dipenuhi antara lain:
Bahan bibit diambil langsung dari kebun (bukan dari pasar).
Dipilih bahan bibit dari tanaman yang sudah tua (berumur 9-10 bulan).
Dipilih pula dari tanaman yang sehat dan kulit rimpang tidak terluka atau lecet.
C.1.2. Teknik Penyemaian Bibit Jahe
Untuk
pertumbuhan tanaman yang serentak atau seragam, bibit jangan langsung
ditanam sebaiknya terlebih dahulu dikecambahkan. Penyemaian bibit dapat
dilakukan dengan bedengan atau dengan.
a) Penyemaian pada peti kayu
Rimpang
jahe yang baru dipanen dijemur sementara (tidak sampai kering),
kemudian disimpan sekitar 1-1,5 bulan. Patahkan rimpang tersebut dengan
tangan dimana setiap potongan memiliki 3-5 mata tunas dan dijemur ulang
1/2-1 hari. Selanjutnya potongan bakal bibit tersebut dikemas ke dalam
karung beranyaman jarang, lalu dicelupkan dalam larutan fungisida dan
zat pengatur tumbuh sekitar 1 menit kemudian keringkan. Setelah itu
dimasukkan kedalam peti kayu. Lakukan cara penyemaian dengan peti kayu
sebagai berikut: pada bagian dasar peti kayu diletakkan bakal bibit
selapis, kemudian di atasnya diberi abu gosok atau sekam padi, demikian
seterusnya sehingga yang paling atas adalah abu gosok atau sekam padi
tersebut. Setelah 2-4 minggu lagi, bibit jahe tersebut sudah disemai.
b. Penyemaian pada bedengan
Buat
rumah penyemaian sederhana ukuran 10 x 8 m untuk menanam bibit 1 ton
(kebutuhan jahe gajah seluas 1 ha). Di dalam rumah penyemaian tersebut
dibuat bedengan dari tumpukan jerami setebal 10 cm. Rimpang bakal bibit
disusun pada bedengan jerami lalu ditutup jerami, dan di atasnya diberi
rimpang lalu diberi jerami pula, demikian seterusnya, sehingga
didapatkan 4 susunan lapis rimpang dengan bagian atas berupa jerami.
Perawatan bibit pada bedengan dapat dilakukan dengan penyiraman setiap
hari dan sesekali disemprot dengan fungisida. Setelah 2 minggu, biasanya
rimpang sudah bertunas. Bila bibit bertunas dipilih agar tidak terbawa
bibit berkualitas rendah.
Bibit hasil seleksi itu dipatah-patahkan dengan tangan dan setiap potongan memiliki 3-5 mata tunas dan beratnya 40-60 gram.
C.1.3. Penyiapan Bibit Jahe
Sebelum
ditanam, bibit harus dibebaskan dari ancaman penyakit dengan cara bibit
tersebut dimasukkan ke dalam karung dan dicelupkan ke dalam larutan
fungisida sekitar 8 jam. Kemudian bibit dijemur 2-4 jam, barulah
ditanam.
D. Pengolahan Tanah
D.1. Pembukaan Lahan
Tanah
diolah sedemikian rupa agar gembur dan dibersihkan dari gulma.
Pengolahan tanah dilakukan dengan cara menggarpu dan mencangkul tanah
sedalam 30 cm, dibersihkan dari ranting-ranting dan sisa-sisa tanaman
yang sukar lapuk. Untuk tanah dengan lapisan olah tipis, pengolahan
tanahnya harus hati-hati disesuaikan dengan lapisan tanah tersebut dan
jangan dicangkul atau digarpu terlalu dalam sehingga tercampur antara
lapisan olah dengan lapisan tanah bawah, hal ini dapat mengakibatkan
tanaman kurang subur tumbuhnya. Setelah itu tanah dibiarkan 2-4 minggu
agar gas-gas beracun menguap serta bibit penyakit dan hama akan mati
terkena sinar matahari. Apabila pada pengolahan tanah pertama dirasakan
belum juga gembur, maka dapat dilakukan pengolahan tanah yang kedua
sekitar 2-3 minggu sebelum tanam dan sekaligus diberikan pupuk kandang
dengan dosis 1.500-2.500 kg.
D.2. Pembentukan Bedengan
Pada
daerah-daerah yang kondisi air tanahnya jelek dan sekaligus untuk
encegah terjadinya genangan air, sebaiknya tanah diolah menjadi
bedengan-bedengan dengan ukuran tinggi 20-30 cm, lebar 80-100 cm,
sedangkan panjangnya disesuaikan dengan kondisi lahan.
D.3. Pengapuran
Pada
tanah dengan pH rendah, sebagian besar unsur-unsur hara didalamnya,
Terutama fosfor (p) dan calcium (Ca) dalam keadaan tidak tersedia atau
sulit diserap. Kondisi tanah yang masam ini dapat menjadi media
perkembangan beberapa cendawan penyebab penyakit fusarium sp dan pythium
sp. Pengapuran juga berfungsi menambah unsur kalium yang sangat
diperlukan tanaman untuk mengeraskan bagian tanaman yang berkayu,
merangsang pembentukan bulu-bulu akar, mempertebal dinding sel buah dan
merangsang pembentukan biji. Tanah yang memiliki derajat keasaman < 4
(paling asam) dibutuhkan dolomit minimal sebanyak 10 ton/ha. Sedangkan
tanah yang memiliki derajat keasaman 5 (asam) dibutuhkan dolomit 5.5
ton/ha; serta yang memiliki derajat keasaman 6 (agak asam) dibutuhkan
dolomit 0.8 ton/ha.
E. Penanaman Jahe
Pada bedengan dibuat lubang-lubang kecil atau alur sedalam 5 - 7 cm. Bibit jahe
ditanam pada lubang-lubang tersebut dengan tunas menghadap ke atas,
jangan terbalik, karena dapat menghambat pertumbuhan. Jarak tanam yang
digunakan untuk penanaman jahe putih besar yang dipanen tua adalah 80 cm
x 40 cm atau 60 cm x 40 cm, jahe putih kecil dan jahe merah 60 cm x 40
cm. Penanaman jahe sebaiknya dilakukan pada awal musim hujan.
F. Pemeliharaan Tanaman
F.1. Penyiangan gulma
Penyiangan
pertama dilakukan ketika tanaman jahe berumur 2-4 minggu kemudian
dilanjutkan 3-6 minggu sekali. Tergantung pada kondisi tanaman
pengganggu yang tumbuh. Namun setelah jahe berumur 6-7 bulan, sebaiknya
tidak perlu dilakukan penyiangan lagi, sebab pada umur tersebut
rimpangnya mulai besar.
F.2. Penyulaman
Menyulam
tanaman yang tidak tumbuh dilakukan pada umur 1 – 1,5 bulan setelah
tanam dengan memakai benih cadangan yang sudah diseleksi dan disemaikan.
F.3. Pembumbunan
Tanaman
jahe memerlukan tanah yang peredaran udara dan air dapat berjalan
dengan baik, maka tanah harus digemburkan. Disamping itu tujuan
pembubunan untuk menimbun rimpang jahe yang kadang-kadang muncul ke atas
permukaan tanah. Apabila tanaman jahe masih muda, cukup tanah dicangkul
tipis di sekeliling rumpun dengan jarak kurang lebih 30 cm. Pada bulan
berikutnya dapat diperdalam dan diperlebar setiap kali pembubunan akan
berbentuk gubidan dan sekaligus terbentuk sistem pengairan yang
berfungsi untuk menyalurkan kelebihan air. Pertama kali dilakukan
pembumbunan pada waktu tanaman jahe berbentuk rumpun yang terdiri atas
3-4 batang semu, umumnya pembubunan dilakukan 2-3 kali selama umur
tanaman jahe. Namun tergantung kepada kondisi tanah dan banyaknya hujan.
F.4. Pengendalian organisme pengganggu tanaman
Pengendalian
hama penyakit dilakukan sesuai dengan keperluan. Penyakit utama pada
jahe adalah busuk rimpang yang disebabkan oleh serangan bakteri layu
(Ralstonia solanacearum). Sampai saat ini belum ada metode pengendalian
yang memadai, kecuali dengan menerapkan tindakan-tindakan untuk mencegah
masuknya benih penyakit, seperti penggunaan lahan sehat, penggunaan
benih sehat, perlakuan benih sehat (antibiotik), menghindari perlukaan
(penggunaan abu sekam), pergiliran tanaman, pembersihan sisa tanaman dan
gulma, pembuatan saluran irigasi supaya tidak ada air menggenang dan
aliran air tidak melalui petak sehat (sanitasi), inspeksi kebun secara
rutin.
Tanaman
yang terserang layu bakteri segera dicabut dan dibakar untuk
menghindari meluasnya serangan OPT. Hama yang cukup signifikan adalah
lalat rimpang Mimergralla coeruleifrons (Diptera, Micropezidae) dan
Eumerus figurans (Diptera, Syrpidae), kutu perisai (Aspidiella hartii)
yang menyerang rimpang mulai dari pertanaman dan menyebabkan penampilan
rimpang kurang baik serta bercak daun yang disebabkanoleh cendawan
(Phyllosticta sp.). Serangan penyakit ini apabila terjadi pada tanaman
muda (sebelum 6 bulan) akan menyebabkan penurunan produksi yang cukup
signifikan. Tindakan mencegah perluasan penyakit ini dengan
menyemprotkan fungisida segera setelah terlihat ada serangan (diulang
setiap minggu sekali), sanitasi tanaman sakit, inspeksi secara rutin.
F.5. Pemupukan
Selain
pupuk dasar (pada awal penanaman), tanaman jahe perlu diberi pupuk
susulan kedua (pada saat tanaman berumur 2-4 bulan). Pupuk dasar yang
digunakan adalah pupuk organik 15-20 ton/ha. Pemupukan tahap kedua
digunakan pupuk kandang dan pupuk buatan (urea 20 gram/pohon; TSP 10
gram/pohon; dan ZK 10 gram/pohon), serta K2O (112 kg/ha) pada tanaman
yang berumur 4 bulan. Pemupukan juga dilakukan dengan pupuk nitrogen (60
kg/ha), P2O5 (50 kg/ha), dan K2O (75 kg/ha). Pupuk P diberikan pada
awal tanam, pupuk N dan K diberikan pada awal tanam (1/3 dosis) dan
sisanya (2/3 dosis) diberikan pada saat tanaman berumur 2 bulan dan 4
bulan. Pupuk diberikan dengan ditebarkan secara merata di sekitar
tanaman atau dalam bentuk alur dan ditanam di sela-sela tanaman.
G. Panen
Pemanenan
dilakukan tergantung dari penggunaan jahe itu sendiri. Bila kebutuhan
untuk bumbu penyedap masakan, maka tanaman jahe sudah bisa ditanam pada
umur kurang lebih 4 bulan dengan cara mematahkan sebagian rimpang dan
sisanya dibiarkan sampai tua. Apabila jahe untuk dipasarkan maka jahe
dipanen setelah cukup tua. Umur tanaman jahe yang sudah bisa dipanen
antara 10-12 bulan, dengan ciri-ciri warna daun berubah dari hijau
menjadi kuning dan batang semua mengering. Misal tanaman jahe gajah akan
mengering pada umur 8 bulan dan akan berlangsung selama 15 hari atau
lebih.
Pemanenan
jahe dilakukan dengan cara tanah dibongkar dengan hati-hati menggunakan
alat garpu atau cangkul, diusahakan jangan sampai rimpang jahe terluka.
Selanjutnya tanah dan kotoran lainnya yang menempel pada rimpang
dibersihkan dan bila perlu dicuci. Sesudah itu jahe dijemur di atas
papan atau daun pisang kira-kira selama 1 minggu. Tempat penyimpanan
harus terbuka, tidak lembab dan penumpukannya jangan terlalu tinggi
melainkan agak disebar.
Waktu
panen sebaiknya dilakukan sebelum musim hujan. Pemanenan pada musim
hujan menyebabkan rusaknya rimpang dan menurunkan kualitas rimpang
sehubungan dengan rendahnya bahan aktif karena lebih banyak kadar
airnya.
Dengan menggunakan
varietas unggul jahe putih besar (Cimanggu-1) dihasilkan rata-rata 27
ton rimpang segar per ha, calon varietas unggul jahe putih kecil (JPK 3;
JPK 6) dengan cara budidaya yang direkomendasikan, dihasilkan rata-rata
16 ton/ha rimpang segar dengan kadar minyak atsiri 1,7 – 3,8%, kadar
oleoresin 2,39 – 8,87%. Sedangkan jahe merah 22 ton/ha dengan kadar
minyak atsiri 3,2 – 3,6%, kadar oleoresin 5,86 – 6,36%.
H. Pascapanen
H.1. Penyortiran Basah dan Pencucian
Sortasi
pada bahan segar dilakukan untuk memisahkan rimpang dari kotoran berupa
tanah, sisa tanaman, dan gulma. Setelah selesai, timbang jumlah bahan
hasil penyortiran dan tempatkan dalam wadah plastik untuk pencucian.
Pencucian dilakukan dengan air bersih, jika perlu disemprot dengan air
bertekanan tinggi. Amati air bilasannya dan jika masih terlihat kotor
lakukan pembilasan sekali atau dua kali lagi. Hindari pencucian yang
terlalu lama agar kualitas dan senyawa aktif yang terkandung didalam
tidak larut dalam air. Pemakaian air sungai harus dihindari karena
dikhawatirkan telah tercemar kotoran dan banyak mengandung
bakteri/penyakit. Setelah pencucian selesai, tiriskan dalam tray/wadah
yang belubang-lubang agar sisa air cucian yang tertinggal dapat
dipisahkan, setelah itu tempatkan dalam wadah plastik/ember.
H.2. Perajangan
Jika
perlu proses perajangan, lakukan dengan pisau stainless steel dan alasi
bahan yang akan dirajang dengan talenan. Perajangan rimpang dilakukan
melintang dengan ketebalan kira-kira 5 mm – 7 mm. Setelah perajangan,
timbang hasilnya dan taruh dalam wadah plastik/ember. Perajangan dapat
dilakukan secara manual atau dengan mesin pemotong.
H.3. Pengeringan
Pengeringan
dapat dilakukan dengan 2 cara, yaitu dengan sinar matahari atau alat
pemanas/oven. pengeringan rimpang dilakukan selama 3 - 5 hari, atau
setelah kadar airnya dibawah 8%. pengeringan dengan sinar matahari
dilakukan diatas tikar atau rangka pengering, pastikan rimpang tidak
saling menumpuk. Selama pengeringan harus dibolak-balik kira-kira setiap
4 jam sekali agar pengeringan merata. Lindungi rimpang tersebut dari
air, udara yang lembab dan dari bahan-bahan disekitarnya yang bisa
mengkontaminasi. Pengeringan di dalam oven dilakukan pada suhu 50oC -
60oC. Rimpang yang akan dikeringkan ditaruh di atas tray oven dan
pastikan bahwa rimpang tidak saling menumpuk. Setelah pengeringan,
timbang jumlah rimpang yang dihasilkan.
H.4. Penyortiran Kering
Selanjutnya
lakukan sortasi kering pada bahan yang telah dikeringkan dengan cara
memisahkan bahan-bahan dari benda-benda asing seperti kerikil, tanah
atau kotoran-kotoran lain. Timbang jumlah rimpang hasil penyortiran ini
(untuk menghitung rendemennya).
H.5. Pengemasan
Setelah
bersih, rimpang yang kering dikumpulkan dalam wadah kantong plastik
atau karung yang bersih dan kedap udara (belum pernah dipakai
sebelumnya). Berikan label yang jelas pada wadah tersebut, yang
menjelaskan nama bahan, bagian dari tanaman bahan itu, nomor/kode
produksi, nama/alamat penghasil, berat bersih dan metode penyimpanannya.
H.6. Penyimpanan
Kondisi
gudang harus dijaga agar tidak lembab dan suhu tidak melebihi 30oC dan
gudang harus memiliki ventilasi baik dan lancar, tidak bocor, terhindar
dari kontaminasi bahan lain yang menurunkan kualitas bahan yang
bersangkutan, memiliki penerangan yang cukup (hindari dari sinar
matahari langsung), serta bersih dan terbebas dari hama gudang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar